11.15
Pada
zaman dahulu kala di suatu kerajaan yag bernama Kerajaan Paliang Jati
tersebutlah seorang raja yang arif, bijaksana, dan dermawan yang bernama
Raja “Ramanda Sultan Jati”. Selama kepemimpinan Sang Raja tidak
seorangpun rakyatnya yang hidup sengsara atau menderita. Maka dari itu
rakyat sangat menghormati Sang Raja dan mereka juga tidak segan-segan
mempertaruhkan nyawa mereka demi Sang Raja.
Raja
Ramanda Sultan Jati mempunyai seorang permaisuri yang cantik jelita
yang selalu menemaninya di saat susah maupun senang. Karena
kecantikannya itulah Sang Permaisuru digelari sebagai “Permaisuri Ayu”
oleh rakyatnya. Tidak berapa lama setelah pernikahan mereka yang indah
dan bahagia, Raja Ramanda Sultan Jati dan Permaisuri Ayu kemudian
dikaruniai seorang putra yang mereka beri nama “Kamanda Sultan Jati” dan
seorang putri yang bernama “Ayunda”.
Sejalan
dengan perjalanan waktu, Kamanda Sultan Jati pun tumbuh dewasa dan
tampan. Namun Kamanda Sultan Jati memiliki kepribadian yang sangat
berbeda jauh dengan ayahandanya. Tingkah lakunya tidak layak disebut
sebagai putra mahkota karena tidak sekalipun ia peduli terhadap
kepentingan dan kesejahteraan rakyat dan kerajaannya. Tidak seperti
ayahnya yang arif, bijaksana, dan darmawan Kamanda Sultan Jati tidak
lebih dari seorang yang tamak dan semena-mena kepada rakyatnya.
Raja
Ramanda Sultan Jati sudah mencapai usia lanjut dan hendak beristirahat
dengan meletakkan tampuk kepemimpinan kepada putra satu-satunya Kamanda
Sultan Jati. Sejak saat itu, tak suatu haripun berlalu tanpa penyesalan
dari Yang Mulia Ramanda Sultan Jati. Karena sejak berada di bawah
kepemimpinan putranya, Kerajaan Paliang Jati yang dulu merupakan
kerajaan yang makmur merata hingga seluruh penjuru negeri, kini hanyalah
sebuah daerah dengan kekacauan di mana-mana dan kemiskinan mewarnai
setiap sudut wilayah kecuali tentu saja istana kerajaan dan sekitarnya.
Pada
suatu hari raja baru ini memaksa ibundanya agar menikah dengannya.
Melihat kejadian tersebut, Ramanda Sultan Jati terkejut tak kuasa
menahan kesedihannya lebih jauh lagi. Sehingga Ramanda Sultan Jati
kembali kepada Sang Pencipta dalam kesedihan yang luar biasa. Permaisuri
Ayu pun tenggelam dalam kesedihan yang berlarut-larut hingga tidak lama
kemudian Ia menyusul kepergian suaminya
Tingkah
laku Kamanda Sultan Jati semakin menjadi-jadi setelah kepergian kedua
orangtuanya. Rakyatnya semakin miskin dan menderita karena kemiskinan
yang semakin parah dan angka kriminalitas yang terus meninggi. Namun,
Kamanda Sultan Jati tetap saja tidak melakukan apapun untuk memperbaiki
keadaan. Ia justru menjadi semakin keterlaluan dengan memaksa adiknya
Putri Ayunda untuk menikahinya. Dari pernikahan terlarang tersebut
Permaisuri Ayunda memiliki seorang putra yang bernama “Dimitri Sultan
Jati”.
Dimitri
Sultan Jati tumbuh besar di bawah asuhan ibundanya tercinta. Semakin
dewasa, Dimitri semakin mirip dengan kakeknya Sang Raja terdahulu. Baik
rupa maupun sifatnya selalu mengingatkan Permaisuri Ayunda akan rupa dan
sifat ayahandanya. Tidak hanya baik hati dan rupawan, Dimitri juga
memiliki rasa keadilan dan keberanian yang begitu tinggi. Hal ini ia
tunjukkan dengan selalu menentang kelakuan dan kebijakan ayahnya,
terutama ketika ayahnya membuat peraturan-peraturan yang menyengsarakan
rakyatnya seperti:
- semua hasil perkebunan rakyat harus diserahkan pada kerajaan
- 50% tanah rakyat adalah milik kerajaan
- Setiap
anak lelaki yang lahir harus dibunuh karena Kamanda Sultan Jati takut
akan ada yang melakukan perlawanan dan mengalahkannya
- Setiap anak perempuan yang lahir harus dirawat dan dijaga baik-baik dan ketika dewasa akan dijadikan selirnya
- dll
Melihat
kelakuan ayahnya yang keterlaluan, Dimitri menentangnya secara
terang-terangan. Hal ini tentu saja membuat Sang Raja lalim marah besar.
“Dimitri!
Kamu masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Jika kau menentang ayah lebih
jauh lagi, ayah tidak segan-segan mengusirmu dari istana ini ke tempat
kau tidak akan bisa kembali melihat matahari terbit lagi.” Ancam Kamanda
Sultan Jati.
“Ayahanda,
ananda lebih baik pergi dari istana ini daripada hidup dengan orang
yang tidak manusiawi seperti ayah. Sungguh sedih hatiku tidak dapat
melakukan suatu apapun untuk memperbaiki tabiat ayah.” Jawab Dimitri.
Kamanda
Sultan Jati hanya tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban anaknya yang
segera beralalu meninggalkannya. Sebelum pergi Dimitri hendak membawa
serta ibunya. Tetapi Permaisuri Ayunda menolak untuk pergi bersama
Dimitri karena ia merasa tidak dapat meninggalkan rakyatnya menderita
begitu saja dan kondisinya yang sedang hamil tua tidak memungkinkannya
untuk bepergian jauh.
Belum
lama setelah kepergian Dimitri istana tampak ramai dengan perayaan
kelahiran tiga putra kembar Sang Raja dan Permaisuri. Karena bahagianya,
Sang Raja menggelar suatu pesta besar sehingga seluruh istana penuh
dengan hias-hiasan, tari-tarian, makanan-minuman, dan para bangsawan.
Ketika sedang mengantar salah seorang tamu kayanya pulang, datanglah
seorang pengemis tua menghampiri Sang Raja dan Permaisuri yang masih
berdiri di depan pintu menunggu tamunya menghilang dari pandangan.
“Wahai
Raja Yang Mulia, bolehkah saya meminta sesuap nasi di istanamu yang
megah ini?” Tanya pengemis tua yang menyadarkan tubuh rentanya pada
sebatang tongkat itu. Namun, bukannya memberikan sedikit makanan dari
limpahan sajian dari istananya, Sang Raja justru menjadi sangat murka
dan marah melihat pengemis tua ini begitu lancang berdiri dan meminta di
hadapannya.
“Dasar
pengemis renta! Tidak ada sebutir nasipun untuk orang yang menjijikan
sepertimu. Pergi dari sini sebelum bau menjijikkanmu itu mengotori
istanaku ini dan menghilangkan selera makan tamu-tamuku.” Usir Kamanda
Sultan Jati sambil berlalu pergi.
“Wahai
Raja Yang Mulia, sesungguhnya kamu harus tahu bahwa kesombonganmulah
yang akan menghancurkan kepemimpinanmu. Dan sesungguhnya tidak akan bisa
mati dirimu kecuali keempat putramu memotong empat bagian tubuhmu dan
melemparkannya ke empat penjuru mata angin.”
Mendengar
pernyataan yang dianggapnya sangat lancang, Sang Raja berpaling dan
telah memutuskan untuk menggantung pengemis tua itu. Tetapi betapa
terkejutnya ia ketika melihat tidak ada seorangpun di tempat pengemis
tua tadi berdiri. Ia melihat ke sekeliling tetapi tetap saja pengemis
tua itu tidak terlihat. Kamanda Sultan Jati tidak mengerti bagaimana
seseorang yang sudah tua renta bisa dapat pergi secepat itu. Tetapi ia
dengan segera memutuskan untuk kembali menikmati pestanya yang meriah
dan melupakan sang pengemis sama sekali.
Beberapa
masa telah berlalu sejak peristiwa itu ketika Sang Raja menderita
penyakit yang sangat aneh. Tubuh Sang Raja tidak bisa digerakkan,
seluruh tubuhnya menjadi kaku dan ia telihat seperti mayat hidup. Semua
tabib telah didatangkan dari seluruh penjuru negeri, namun tidak ada
seorangpun yang dapat menyembuhkannya. Bahkan membuat kondisi Sang Raja
sedikit lebih baikpun para tabib itu tidak kuasa. Mereka hanya dapat
berkata bahwa penyakit yang menyerang Sang Raja adalah penyakit yang
teramat aneh dan tidak pernah mereka jumpai sebelumnya apalagi obatnya.
Bertahun-tahun
telah berlalu sejak Sang Raja menderita penyakit aneh. Tetapi penilaian
dan pendapat para tabib tetap sama dan kondisi Raja tidak berubah
membaik. Di tengah keputusasaannya, Sang Permaisuri teringat akan
kata-kata pengemis tua yang di masa lalu telah diusir oleh Kamanda
Sultan Jati. Untuk mengakhiri penderitaan suaminya, Permaisuri kemudian
menyuruh ketiga putra kembarnya untuk memotong empat bagian tubuh
Kamanda Sultan Jati. Tetapi usaha itu ternyata sia-sia karena sebelum
empat bagian tubuh itu di bawa ke empat penjuru mata angin, tubuh Raja
kembali seperti semula.
Sang
Permaisuri menjadi kecewa karena ternyata hal itu tidak dapat dilakukan
tanpa kehadiran putra sulungnya, Dimitri Sultan Jati. Sedangkan dirinya
sama sekali tidak mengetahui keberadaan Dimitri sekarang. Beberapa
tahun lagi berlalu dengan tujuan utama pasukan Kerajaan Paliang Jati
adalah mencari Putra Mahkota yang menghilang. Meski segala upaya telah
dilakukan dan setiap tempat telah didatangi tetapi tetap saja keberadaan
Dimitri Sultan Jati adalah misteri. Hingga suatu hari seorang prajurit
berhasil memasuki istana Kerajaan Paliang Jati dan menerobos bagian
tengah yang merupakan tempat khusus bagi Raja dan Permaisurinya. Sang
Permaisuri yang melihat prajurit ini menegur dan memarahinya karena
telah lancang memasuki kamar Raja terlebih Sang Raja kini sedang sakit.
Tetapi
Permaisuri Ayunda terkejut karena prajurit itu tidak pergi seperti yang
ia perintahkan namun justru duduk bersimpuh di hadapan Sang Permaisuri,
lalu membuka penutup wajahnya.
“Ibunda” ujar prajurit yang ternyata adalah Dimitri Sultan Jati yang menyamar.
“Di…
Dimitri… Anakku!” Permaisuri Ayunda tiba-tiba merasakan emosi yang
bercampur antara sedih, bahagia, dan rindu sehingga ia tak kuasa menahan
airmatanya sembari memeluk putra sulungnya yang tercinta.
“Iya
Ibunda, yang kini ada di hadapanmu adalah putramu yang selama ini
Ibunda cari. Bagaimana keadaan Ayahanda? Mengapa Ayahanda menjadi
sedemikian buruk keadaannya?” Tanya Dimitri penuh rasa ingin tahu.
Kemudian
Permaisuri menceritakan segala yang telah dilakukan oleh Sang Raja
setelah kepergian Dimitri. Ia pun bercerita kepada Dimitri tentang
adik-adiknya dan pengemis tua itu, tentang bagaimana buruknya perlakuan
Sang Raja dan kutukan yang diberikan oleh pengemis tua itu. Dimitri
tertegun mendengar penuturan ibunya dan akhirnya mengerti ketika ibunya
menceritakan tentang usaha yang dilakukan oleh saudara-saudaranya tidak
berhasil sehingga tubuh ayahnya tetap utuh hingga kini.
Dimitri
begitu sedih dan terenyuh ketika pada akhirnya ia menemui ayahnya yang
kini tidak dapat melakukan apapun selain terbaring kaku tanpa dapat
menggerakkan tubuh sedikitpun.
“Ayahanda….
Mengapa keadaan Ayahnda menjadi sedemikian buruk?” Dimitri tak kuasa
menahan kesedihannya melihat sang ayah yang terlihat begitu tua, kurus,
dan tak bertenaga, sangat jauh berbeda dengan ayahnya pada terakhir kali
mereka bertemu. Sang Raja yang menyadari kehadiran putra sulungnya
hanya dapat mengalirkan airmata tanpa dapat berekspresi sedikitpun.
“Ibunda,
tidak ada suatu apapun yang dapat saya lakukan berkaitan dengan kondisi
Ayahanda saat ini. Bahkan tabib yang paling paling hebat pun tidak
dapat meringankan penderitaan Ayahanda, terlebih lagi Ananda yang tidak
lebih dari seorang anak yang tak berguna. Tetapi bagaimanapun sikap dan
sifat Ayahanda dulu, Kamanda Sultan Jati adalah Ayahandaku. Dan Ananada
akan selalu menyayangi dan menghormati Ayahanda.
“Jika
ada satu hal yang dapat Ananda lakukan untuk Ayahanda, hal itu adalah
mengakhiri penderitaan Ayahanda. Tetapi tahukah Ibunda, bahwa hal itu
akan sangat menyakiti hatiku? Ananda tidak sanggup memotong bagian tubuh
Ayahanda, Ibunda.”
“Oh,
Dimitri putraku sayang. Ibunda tahu betapa hal itu akan sangat
menyakiti hatimu. Tetapi coba pikirkan penderitaan yang telah dan akan
diderita oleh Ayahandamu apabila engkau tetap berpegang teguh pada
lembut hatimu. Seringkali rasa cinta adalah melakukan yang terbaik bagi
orang yang kita kasihi, bukan yang terbaik bagi kita meskipun hal itu
akan sangat menyakitkan bagi kita.”
Setelah
berpikir mendalam dan melihat kondisi ayahnya dengan mata kepalanya
sendiri, Dimitri menyadari bahwa akan lebih menyiksa bagi ayahnya jika
ia tetap pada lembut hatinya. Hingga suatu hari telah bulatlah tekad
Dimitri hingga ia memanggil ketiga adik dan ibunya untuk menyampaikan
keputusannya pada mereka semua, kemudian bersama-samalah mereka menemui
Sang Raja di kediamannya.
“Ayahanda,
sungguh sedih hatiku karena harus menjadi orang yang melakukan hal ini
kepada Ayahanda yang sesungguhnya sangat aku hormati dan sayangi. Tetapi
hatiku jauh lebih sakit lagi jika terus melihat Ayahanda berada dalam
penderitaan yang tak terkira ini. Segala yang Ananda dan adik-adik
lakukan hanyalah demi kebaikan Ayahanda semata. Oleh karena itu, kami
hanya akan memotong jari kelingking Ayahnda. Semoga dengan kebaikan
Tuhan, Ayahanda mendapatkan yang terbaik.”
Mendengar
perkataan anaknya Sang Raja hanya dapat mengedipkan matanya yang basah
oleh airmata sebagai tanda persetujuan, ungkapan maaf, terima kasih dan
campuran emosi lainnya yang tidak sanggup ia tunjukkan. Setelah berkata
demikian, Dimitri pun memotong kelingking Sang Raja dan dilanjutkan oleh
ketiga adiknya terhadap kelingking ayah mereka yang lain. Selanjutnya,
kelingking-kelingking itupun mereka bawa masing-masing ke arah empat
penjuru mata angin dan dijatukan di empat tempat yang berbeda.
Dari
keempat tempat yang menjadi tempat jatuhnya kelingking Sang Raja, jika
dihubungkan maka terbentuklah sebuah daerah yang subur dan kemudian
dihuni oleh banyak orang. Lokasi ini kemudian terus berkembang menjadi
sebuah desa yang ramai dan sejahtera. Berdasarkan asal usulnya desa ini
seharusnya bernama desa Kelingking, tetapi karena masyarakat daerah ini
memiliki kesulitan dalam melafalkan “L” maka desa ini berkembang menjadi
desa Kemingking yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Desa Kemingking
Luar dan Desa Kemingking Dalam yang sekarang merupakan bagian dari
kecamatan Taman Rajo, kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
0 komentar:
Posting Komentar